Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM) merupakan instrumen yang penting dalam sistem pengendalian investasi di Indonesia. Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) No. 6 Tahun 2020 tentang Pedoman dan Tata Cara Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal, LKPM digunakan untuk memantau perkembangan kegiatan penanaman modal yang dilakukan oleh badan usaha, baik yang sudah beroperasi maupun yang masih dalam tahap persiapan.
Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM) adalah laporan yang wajib diserahkan oleh pelaku usaha yang melakukan penanaman modal di Indonesia. Laporan ini berfungsi sebagai bentuk akuntabilitas dan transparansi atas kegiatan investasi yang dilaksanakan oleh badan usaha. LKPM berisi informasi mengenai perkembangan investasi yang dilakukan, apakah berupa konstruksi untuk proyek yang belum beroperasi atau laporan mengenai kegiatan operasional dan produksi bagi proyek yang sudah berjalan.
Menurut Peraturan BKPM No. 6 Tahun 2020, laporan ini harus disampaikan secara berkala, yakni setiap tiga hingga enam bulan sekali, tergantung pada tahapan kegiatan yang dijalankan. Laporan ini penting untuk memantau realisasi investasi, serta untuk mengidentifikasi potensi masalah atau hambatan dalam proses pembangunan dan operasionalisasi proyek investasi.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Perlindungan, dan Pemberdayaan Koperasi serta Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), kewajiban pelaporan LKPM tidak hanya berlaku untuk badan usaha besar. Pelaku usaha dengan skala UMKM juga wajib melaporkan LKPM jika memenuhi kriteria tertentu. Berikut adalah kriteria pelaku usaha yang diwajibkan untuk melaporkan LKPM sesuai dengan peraturan tersebut:
1. Usaha Mikro:
o Modal usaha maksimal Rp 1 Miliar (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha), atau
o Penjualan tahunan maksimal Rp 2 Miliar.
2. Usaha Kecil:
o Modal usaha lebih dari Rp 1 Miliar hingga Rp 5 Miliar (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha), atau
o Penjualan tahunan maksimal Rp 2 Miliar hingga Rp 15 Miliar.
3. Usaha Menengah:
o Modal usaha lebih dari Rp 5 Miliar hingga Rp 10 Miliar (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha), atau
o Penjualan tahunan maksimal Rp 15 Miliar hingga Rp 50 Miliar.
Jika badan usaha atau pelaku usaha memenuhi salah satu dari kriteria tersebut, maka mereka diwajibkan untuk melaporkan LKPM secara berkala. Hal ini bertujuan untuk memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai arah dan dampak investasi yang dilakukan.
Seiring dengan perkembangan teknologi dan upaya untuk menyederhanakan proses administrasi, pelaporan LKPM kini dilakukan secara daring (online) melalui sistem Online Single Submission (OSS). OSS adalah sistem elektronik yang dikelola oleh BKPM, yang digunakan untuk mengajukan dan melaporkan izin usaha serta kegiatan penanaman modal lainnya di Indonesia.
Melalui OSS, pelaku usaha dapat melaporkan perkembangan investasinya dengan mengacu pada data perizinan berusaha yang telah terdaftar dalam sistem tersebut. Hal ini memungkinkan pemerintah untuk memantau dan mengendalikan penanaman modal di Indonesia dengan lebih efisien dan transparan.
Pelaku usaha yang tidak melaporkan LKPM dapat dikenakan sanksi administratif, seperti:
1. Peringatan tertulis.
2. Penghentian sementara kegiatan usaha.
3. Pencabutan izin usaha.
Pelaporan LKPM memiliki peran krusial dalam pengawasan investasi, transparansi, dan akuntabilitas. Ini membantu pemerintah memantau realisasi investasi, meningkatkan iklim investasi, serta merencanakan kebijakan yang mendukung sektor ekonomi. Oleh karena itu, pelaku usaha harus memenuhi kewajiban ini untuk mendukung kemajuan ekonomi Indonesia.